Masjid Shirathal Mustaqiem, Melanjutkan Peradaban Baru Samarinda

Berwisata ke cagar budaya, Masjid Shirathal Mustaqiem, mempertahankan wujud Masjidnya, menularkan nilai peradaban masa lalu, mentransfernya ke peradaban manusia selamanya!

Masjid Shirathal Mustaqiem

“Berwisata ke cagar budaya Masjid Shirathal Mustaqiem, menanamkan urgensi mempertahankan wujud asli Masjid-nya, mampu menularkan nilai peradaban masa lalu, lantas mentransfernya ke peradaban manusia selamanya!”

—Aal Arbi, Eastborneo.my.id


Dari kejauhan, rangkaian kayu ulin menyulam kuat sebuah bangunan tua di kawasan Samarinda Seberang, kota Samarinda. Mendekat dari luar bangunan saja, kita bisa  merasakan aura positif,  yang akan mudah mengenalkan rekaman peradaban masyarakat Samarinda Seberang, di masa lampau.

Iya, peradaban masyarakat yang menanamkan Syiar Islam, dan berhsil memanen entitas penting berkenaan sisi-sisi sosial-ekonomi masyarakat Samarinda kala itu.

Nah, semakin mendekat lagi memandang wajah bangunannya, dan masuk perlahan ke dalam area empat ribuan meter persegi, yang dikelilingi pagar kayu itu. Di dalamnya, sekira 2028 meter persegi, tumbuh jelas bangunan kayu nan kekar, bernama Masjid Shirathal Mustaqiem, yang sudah berdiri kokoh sejak 1881 masehi silam.

Masjid Shirathal Mustaqiem

Masih berada luar bangunan tadi, kita bisa mengintip ruang serambi Masjid Shirathal Mustaqiem yang cukup luas, sekira 418-an meteran persegi, kita akan melalap perlahan sejarah muasal salah- satu Masjid tertua di Samarinda ini.

Yuk, cobalah memandang di sekelilingnya! Rasanya memudahkan kita untuk mengingat-ngat karakter kuat, dominasi warna hijau dan kuning bangunannya, yakni warna penghias bangunan cagar budaya Masjid Shirathal Mustaqiem, yang berbentuk persegi persegi empat.

Kita lantas bisa saja bertutur dalam hati, jika arsitektur bangunan masjid Shirathal Mustaqiem terlihat sederhana sekali, ya? Bangunan Masjidnya menyematkan jendela berbentuk segi empat, terdapat pula Mihrab, dan mimbar khotib yang tersulam kuat oleh kayu.

Tiang penyokong Masjid Shirathal Mustaqiem
Tiang penyokong Masjid Shirathal Mustaqiem

Oh iya, yang paling mencolok, terdapat menara kayu Masjid yang menjulang tinggi, mencapai 21 meter, dan terdapat balkon terbuka.

Dan juga adalah komposisi tiang penyangganya, atau orang sini menyebutkanya empat soko guru, dimana tiang-tiangnya masih tertanam sangat kokoh.

Rasanya bahan kayu –memang- menjadi material yang tak tergantikan pada waktu itu, meski kekuatannya tergerus oleh waktu hingga kini. Namun terkecuali, di bagian tempat wudhunya, yang hanya mengalami renovasi, dan sudah ber-bahan keramik.

Yuk masuk mendekat saja lagi ke dalam Masjid! Nah jika kita menghadap ke arah kiblat, terdapat ruang imam sholat, atau tempat mihrabnya, bentuknya sederhana, hanya berukuran 3×4 meter saja. Ada juga tulisan kaligrafi besar dan ukiran khas Samarinda, di dekatnya.

Lantas, lihat! Di atas karpetnya, berjajar 12 tiang penopang, menyatu dengan atap langit ruang utamanya. Sedangkan atap ruangan utama terlihat sederhana, terdapat kayu 10 centimeter berjajar lurus.

Jika menuju lokasi tempat berwudhu, –sebenarnya– dahulu terdapat mata air, sebagai sumber air yang mengalirkan air bersih untuk berwudhu, berukuran hanya 3×4 meteran. Namun sayang, tempat itu, kini sudah dipagari kayu, artinya tidak bisa digunakan secara layak untuk umum lagi.

Oh ya, hal menarik lainnya, adalah terkait empat soko guru tadi, yakni tiang penyangga bangunannya. Dimana kesemuanya –ternyata– merupakan bahan-bahan yang didapat hasil gotong-royong Jemaah Masjid dari berbagai warga yang tinggal di penjuru Samarinda. Lantas, aplikasi gotong royong saat itu, pastilah menjadi kata kunci yang bernilai mahal kan?

Area dalam Masjid Shirathal Mustaqiem
Area dalam Masjid Shirathal Mustaqiem

Nah, menurut cerita, masing-masing tiangnya tadi, merupakan hasil sumbangan warga Loa Harum, Petta Loloncang, serta ada juga sungai karang. Dan perlu waktu 10 tahunan, waktu yang diperlukan mendirikan bangunan Masjid kayu Shirathal Mustaqiem, yang terlihat sederhana itu.

Itu saja? Masjid Shiratal Mustaqiem juga mengoleksi Kitab Al Quran yang berumur tua, diperkirakan umurnya 400 tahun-an jika dihitung di tahun 1970-an. Kalau umur saat ini, ya bisa dihitung sendiri kan, berapa usianya?

Nah, mengamati wujud Al Quran itu hanya dari dalam kotak kaca, terlihat jelas sampul depan kitabnya, terbuat dari kulit yang berwarna coklat hitam, tebalnya sekira 10 centimeter, coretannya berupa tinta pada tumpukan lembaran luarnya. Nah, katanya, bahan kertas yang digunakan di lembaran Al-quran ternyata sudah menggunakan kertas yang diproduksi bangsa Eropa.

Ah, setelah menyaksikan wujud fisik Masjid Shirathal Mustaqiem, beserta kelengkapannya tadi, rasanya menjadikan petunjuk kuat tentang hadirnya, sebuah peradaban masyarakat Samarinda, yang menjelaskan perkembangan Syiar Islam di Kalimantan Timur ya?

Koleks Alqur-an berumur tua di Area dalam Masjid Shirathal Mustaqiem
Koleks Alqur-an berumur tua di Area dalam Masjid Shirathal Mustaqiem

Dan mencernanya dalam-dalam lagi, bisa saja terbesit tanya dalam hati kita juga. Apakah mungkin peradaban masa lampu, yang ditunjukkan oleh Situs bersejarah Masjid Shirathal Mustaqiem, akan mampu menopang peradaban masyarakat Samarinda, kini dan selamanya?

Terlebih hadirnya tantangan arus modernisasi, yang bisa menjadi ancaman nyata menggerusnya. Yuk kita renungkan sejenak ya?

Filosofi Masjid Sirathal Mustaqim, sebuah Peradaban yang kekal?

Sosok Habib, bergelar pangeran Bendahara, pedagang asal Pontianak, yakni Habib Abdurahman bin Muhammad Assegaf adalah sosok di balik layar, terbangunnya Masjid Shirathal Mustaqiem.

Dimana menurut ceritanya, kondisi masyarakat Samarinda seberang saat itu berkalang maksiat, lewat aktivitas-aktivitas perjudian. Hal itulah yang menjadi alasan sang Habib, menancapkan syiar Islam via pembangunan Masjid Shirathal Mustaqiem ini.

Dengan ijin Sultan Aji Muhammad Sulaiman Ing Martadipura, Raja Kutai ke-18. Akhirnya, Sang Habib, mampu mempelopori pembangunan Masjid dengan nama awal Jami Shirathal Mustaqiem, yang bermakna kembali ke jalan lurus yang benar.

Lantas, kehadiran masjid ini, mampu dirasakan masyarakat, menciptakan peradaban taat beragama, dan menjadikan kehidupan sosial masyarakat lebih religius. Dan akhirnya, mampu pula menularkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik, sesuai syariat agama Islam.

Nah, Filosofi, yang terlahir atas situs bersejarah Masjid Shirathal Mustaqiem tadi, rasanya mampu memberikan sebuah jawaban atas perenungan kita barusan?

Terutama bagaimana mengelola tantangan kehidupan kita selanjutnya, di tengah gencarnya arus peradaban yang terjadi di masa depan, yang mengenalkan, dinamika-dinamika akulturasi kebudayaan dunia, yang mengusung literasi, tentang hakikat toleransi dan jiwa moderat.

Terlebih lagi, jika kita mengurai makna definisi sederhana istilah peradaban saja yang berarti kemajuan –dalam konteks kebudayaan dan kecerdasan– masyarakat dalam sebuah kawasan, pastilah akan menjadikan catatan penting lainnya.

Area masjid Shirathal Mustaqiem
Area masjid Shirathal Mustaqiem

Dimana, definisi itu tentu akan berpotensi menularkan beragam presepsi, pada kondisi-kondisi peradaban masyarakat kemudian.

Dan membaginya ke dalam tiga kondisi peradaban, yakni peradaban masa lalu, perdaban kini dan peradaban masa depan.

Nah pertanyaannya, apakah mungkin ketiganya mampu berkorelasi dan saling menopang ya?

Atau saling bertolak belakang dan menghilangkan?

Nah, upaya Pelestarian terhadap cagar budaya Samarinda –khususnya– tentu menjadi sangat penting kan?

Dimana diharapkan akan memampukan kita sebagai generasi muda, untuk melihat, mempelajari meresapi, dan akan menjadikannya sebagai tongkat estafet, dalam konteks meneruskan nilai-nilai positif peradaban masa lampau itu. Dan kemudian dijadikan bagian aktivitas peradaban saat ini, dan menopang peradaban masa depan.

Shirathal Mustaqiem perjalanan Samarinda pusat peradaban itu?

Pernahkah kita membaca Literasi manuskrip skript Silasiah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H atau 1849 Masehi?

Di sana menjelaskan detail jika, Samarinda merupakan bagian wilayah kesultanan Kutai Kartanegara in Martadipura. Dan terdapat enam lokasi peradaban masyarakat Samarinda, yakni di Pulau Atas, Karang Asam, karangmumus, Loa Bakung, Sambutan serta Mangkupalas.

Dan dalam realitas yang ada saat ini, keenam lokasi tadi, memiliki heterogenitas masyarakat yang terdiri atas banyak suku dan entittas. Terutama di tahun 1565, dimana suku banjar bermigrasi ke wilayah Kaltim, dan merintis berdirinya kerjaan Sadurangas, lantas menyebar ke Kutai Kartanegara dan Samarinda.

Dan hal itu membuktikan, apa yang terjadi dahulu, sudah menjadi etalase peradaban masyarakat Kaltim terkini, yang mampu menanamkan heterogenitas untuk hidup saling berdampingan.

Area masjid Shirathal Mustaqiem
Area masjid Shirathal Mustaqiem

Nah jika menarik ke belakang mengena berdirinya Masjid Shirathal Mustaqiem tentu akan mudah bagi kita menafsirkan, jika peradaban dahulu dan kini merupakan satu kesatuan utuh kan?

Dimana seorang habib, keturunan arab, Habib Abdurahman bin Muhammad Assegaf sudah mampu berbaur dan menjadi titik simpul masyarakat Samarinda, yang tak mau terkotak-kotakan oleh entitas asli mereka.

Dan lewat cagar budaya Masjid Shirathal Mustaqiem sudah menyematkan tanda, jika situs sejarah apa saja, tentu akan mudah menularkan banyak nilai positif yang harus dilestarikan oleh kita semua kini, dan di masa depan?

Terlebih, kini istilah pusat peradaban menjadi tagline Pemerintah Kota Samarinda, yang akan menjadikannya sebuah tantangan, dan bukti nyata. Apakah kita yakin mampu melestarikan cagar budaya Kalimantan Timur yang terlahir atas peradaban masa silam?

Dimana tagline pusat peradaban versi Pemkot Samarinda, tentu akan dominan pada upaya pembangunan ikon-ikon modern berupa infrastruktur yang lebih menarik.

Artinya, semua usaha yang dilakukan Pemerintah kota Samarinda, pastilah akan bermuara pada  upaya mengembangkan sisi sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik lagi?

Terlebih semua upaya pembangunan tadi adalah sebuah tuntutan kota Samarinda, sebagai kota penyangga Ibu kota Negara (IKN) di masa depan.

Lihatlah, pembangunan yang sudah gencar dilakukan, dalam menunjang pusat peradaban untuk mewujudkan Samarinda smart city! Pemugaran kawasan Citra Niaga, Pembangunan Taman Samarendah, Taman Bebaya, Museum Taman Samarendah, hingga tampilan baru wajah Masjid Raya Darussalam. Atau ikon bangunan baru, Islamic Centre yang berdiri megah dengan ornamen dan gaya arsitektur modernnya.

Semua pembangunan itu, di satu sisi berpotensi menjadi ‘pesaing’ sekaligus penopang dalam upaya pelestarian atas pengenalan sejarah atas cagar budaya seperti Masjid Shiratal mustaqiem kepada generasi muda?

Area masjid Shirathal Mustaqiem
Area masjid Shirathal Mustaqiem

Oleh sebab itu, kunjungan massif kita ke cagar budaya Masjid Shirathal Mustaqiem di Samarinda Seberang, tentu amat terasa penting. Selain mampu meyematkan pengetahuan, dan memperagakan nilai postifnya, juga akan mampu menjadikan Samarinda pusat peradaban seutuhnya.

Dimana upaya mewudjukan samarinda sebagai pusat peradaban tadi bermuara menggeliatnya sendi- sendi sosial-ekonomi masyarakat sekitar pusat cgar budaya, Pemerintah daerah dan negara, lewat sektor wisata, bukan?

Sehingga akhirnya, aktivitas wisata ke kawasan cagar budaya, Masjid Shirathal Mustaqiem, menjadi teramat penting dalam urgensi mempertahankan wujud Masjid Shiratal mustaqiem seutuhnya, menularkan nilai peradaban masa lalu, mentransfernya ke peradaban manusia selamanya!

Kamu juga harus baca artikel ini!

error: Content is protected !!