Membangkitkan Asa Energi Batu Bara, Sebagai Energi Terbaharukan Kaltim di Masa Depan!

Taman Gubang, bisa menjadi tentative-model bagi terciptanya tunas pariwisata baru, atas urgensi ekspoloitasi pertambangan batubara yang diamanatkan UUD 45.

Taman Gubang Kukar

Lestari alamku lestari desaku, dimana Tuhanku menitipkan aku, Nyanyi Bocah-bocah di kala Purnama, Nyayikan pujaan untuk Nusa “Lestari alamku” By Gombloh


Bagi saya, mengayuh sepeda sembari memburu spot sehat non-polutif, menjadi menu asik, membunuh waktu di masa Pandemi ini . Terlebih mengayuhnya, seraya bernyanyi lirik lagu di atas, membuat tak jua usai menemani mata ini memandang hamparan sajadah hijau padi yang masih ranum, terendam dalam air lumpur itu.

Duh, kaki seakan tak jua capai, mencari spot manalagi ya, yang layak disinggahi? Nah sampailah di desa Loa Ulung, salah satu desa di Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Eh sudah pernah kemari? Jika belum, ya baca saja terus deh, sampai habis ya!

Pemandangan Desa Loa Ulung Kukar, bersejadah hamparan sawah I Dokumentasi Pribadi
Pemandangan Desa Loa Ulung Kukar, bersejadah hamparan sawah I Dokumentasi Pribadi

Wah, namanya juga Desa, bayangan yang ada di kepala kita adalah  keterbelakangan dan ketertinggalan saja ya? Eits, tapi jangan salah! Desa-desa yang tersebar di Kabupataen Kukar, hampir semua memiliki Infrastruktur yang selalu dimanja oleh Pemerintah daerahnya, termasuk infrastruktur semenisasi akses jalan menuju ke sana.

Maklumlah, Provinsi Kaltim adalah salah satu Provinsi dengan APBD melimpah. Semuanya tentu saja, bersumber pada SDA Migas dan Mineral yang terkandung di sana. Apa sih yang tidak bisa diwujudkan dengan dana pembangunan yang melimpah, coba?

Memang wilayah Kaltim tidak memiliki gunung api nan berbahaya seperti yang dimiliki pulau Nusantara lainnya. Namun bersiap saja,  jika kapan pun Kaltim bisa saja menyemburkan kekayaan mineral Batu Baranya dari perut bumi. Dan menjadikannya modal pembangunan yang sangat kencang.

Nah, selain sisi infrastrukur jalan, sisi Pendidikan, dan Kesehatan yang kini sudah menjadi prioritas utama Pemerintah Kaltim untuk  selalu diupayakan. Masalah Elektrifikasi yang merata juga menjadi hal yang terpenting untuk diwuujudkan, ke semua daerah pelosok di Kaltim bahkan.

Karena kebutuhan energi listrik memang sudah layak dijadikan kebutuhan pokok setara beras kan?

Oleh karena itu, tak heran, menemukan signal di desa ini sangat lah mudah. Ya tentu signal juga penting dong, untuk segera mem-viralkan keasrian pemandangan terbaik versi kita, ya hanya dilakukan lewat Gadget ini.

Terus, jika Gadget terasa lowbat, kita bisa sejenak, berhenti di warung Kuliner di tepi jalan desa ini. Sembari men-charge Gadget kita penuh-penuh, dan bersiap mengoleksi angle photo terbaik di sana.

Nah mau tahu kan di mana saat ini ya berada? Nah salah satu yang menjadi point of interest menarik yang saya temukan di desa ini, yakni Taman Gubang. Berupa danau seluas hampir 6 Ha, yang menyisakan pemandangan asri sebagai destinasi baru di desa ini.

Iya saya menemukannya di Desa Loa Ulung yang merupakan salah satu spot wilayah desa yang dahulu di tahun 90-an banyak diwariskan aktivitas pertambangan Batu Bara, berupa lubang tambang.

Satu hal yang penting yang dicatat adalah danau ini sudah menjadi saksi hidup atas aktivitas tambang batubara yang dahulu meraja dan menjadi komoditas penting.

Dan rasa-rasaya di hati saya saat ini, –setelah mendapatinya- sudah memberikan sebuah keyakinan baru untuk bisa mematahkan pameo lama, jika kacang tidak mungkin melupakan kulitnya ! Lho, kok bisa?

Iya, dalam hal ini bagi saya, eksploitasi tidak selalu berbicara degradasi kok! Dan malah bisa mencipta ide segar, dalam memanja alam sekitar menjadi lebih baik dan bermanfaat.

Ya dalam hal ini, eksistensi ekplotasi Batu Bara yang peranannya sangat vital dari dahulu hingga saat ini. Serta kemauan kita bersama mengelola dampak negatif pertambangan Batu Bara, ke sektor Pariwisata semacam ini. Ini out the box menurut saya, Bro!

Taman Gubang, tunas pariwisata hasil pertambangan

Nah bagi saya, banyak hal inspirasi yang dapat ditangkap di taman Gubang ini sih. Salah satunya, ketika duduk bersila di atas dermaga ini. Sorot mata kita seakan dimanja untuk terus memandang hamparan danau yang menghidupi kehidupan danau tadi

Dimana Eksosistem alam, mulai terbentuk kembali dengan hadirnya beragam lalu-lalang Serangga dan biota perairan yang menjadi hal unik untuk disesapi keberadaannya.

Ya tentu saja, harapannya, danau ini kelak, akan juga menjadi rantai kehidupan baru bersama ekosistem kehidupan manusianya juga ya. Terutama masyarakat yang mengais rejeki, dari aktivitas Pariwisata, iya di taman Gubang ini.

Nah, ternyata, bukan saya saja kok, yang suka berada kemari. Orang luar kota dari kota tetangga Samarinda, malah menjadikan tempat ini, sebagai spot menarik jua. Tempat untuk merenungi diri beserta alam ini.

Dan kita lekas segera mencuri aktivitas barusan, dengan jepretan kamera dan memamerkannya di media sosial. Wah, saya yakin, jawaban yang umum muncul di kolom komentar atas gambar kita tadi. Pasti tidak akan pernah benar menebak, jika sebenarnya lokasi tadi adalah areal eks tambang Batu bara yang lama menganga.

Cobalah menikmatinya deh, ketika duduk berlama-lama bersama kerabat untuk mengobrol hal apa saja, di atas dermaga danau ini, sambil menyeruput kopi hangat.

Jika itu terasa kurang, berkeliling dengan sampan, dan mengayuhnya sendiri mengitari danau ini, bisa menjadi obat kejenuhan jua. Terlebih, menyibukkannya dengan aktivitas memancing di tengah danaunya. Siapa tahu mendapat ikan Tomang yang liar hidup di danau ini. Lumayan kan?

Nah bulan Mei 2020, taman Gubang, yang berupa lubang tambang ini, mulai digarap perlahan oleh salah satu warga desa itu, yang bernama Bapak Ahmad.

Beliau mulai membangun dermaga di atasnya, serta menawarkan paket kuliner yang menjadi hidangan bagi para wisatawan yang datang untuk berkumpul. Padahal aktivitas tambangnya sudah berhenti lama, sekitar tahun 1990-an, dan menelantarkan lubang tambang ini sangat lama.

Terlintas, -memang- destinasi baru ini, masih belum optimal dari sisi bangunan fisik seperti jalan masuk dan parkir kendaraan. Namun herannya, ketika melihat sebegitu antusias warga dari luar daerah yang tak menyurutkan hal tadi, mendatanginya.

Bapak Ahmad, salah satu warga yang menginisisasi pembukaan taman Gubang I Screen Shoot akun Facebook @awang jumri
Bapak Ahmad, penginisiasi pembukaan taman Gubang I Screen-Shoot akun Facebook @Awang Mas Nata Kawindra

Nah lalu apakah, taman Gubang bisa ya menjadi lirikan Pemerintah daerah, untuk bersama dengan warga mengelolanya. Dan mewujudkan industri ekonomi pariwisata baru nantinya ya? Iya benar, bersama-sama mau mengelola lubang-lubang tambang yang bertebaran itu, menjadi destinasi pariwisata mengasikan.

Ya memang tidak dipungkiri sih, Ekploitasi batu bara itu sendiri sudah menjadi pemandangan umum di Kaltim. Dan tetu saja menyisakan dampak lingkungan. Iya salah satunya lubang-lubang tambang yang menampung banyak air itu. Setelah ditinggalkan para perusahaan penambangnya, untuk mengakhiri aktivitas pertambangannya.

Lalu tentu saja, isu mengenai lubang tambang sudah menjadi isu hangat, dan melompat pada isu-isu politik, bahkan. Dan sekaligus tantangan Pemerintah dalam menyempurnakan aturan ketat pada pelaksanaan aktivitas tambang Batu Bara, dengan sederet dampak lainnya, seperti banjir.

Terutama pekerjaan rumah besar lainnya, soal lubang tambang ini untuk segera diperhatikan, yakni pemanfaatan lubang tambang yang terlanjur terbentuk. Tapi hasilnya? Jujur saya ingin katakan, belum maksimal.

Dan memang harus diakui juga, pendapatan yang diterima dari ekspoitasi batubara bagi Pembangunan Kaltim, lumayan tinggi.

Bedasarkan rilis, DPMPTSP Kaltim menyebutkan jika investasi PMDN yang telah dicapai, pada triwulan II April hingga Juni 2019, sub sektor Pertambangan memiliki kontribusi besar yakni, 86,76% investasi dari seluruh sektor usaha di Kaltim.

Lalu lalang Komoditas Batu bara di sungai Mahakam I Dokumentasi Pribadi
Lalu lalang Komoditas Batu bara di sungai Mahakam I Dokumentasi Pribadi

Jika dirupiahkan, angka realistis yang didapatkan dari investasi ini senilai Rp 10,55 Triliun. Sehingga tak mengherankan, sektor Pertambangan menjadi anak kesayangan, dan menu andalah Pemerintah daerah Kaltim dalam memasok pundi APBD setiap tahunnya.

Namun bukan Pemda Kaltim saja, Pemerintah Pusat jua ikut memanen hasilnya lewat APBN, untuk membiayai Pembagunan lainnya. Terutama pembangunan Infrastrtuktur penting berupa elektrifikasi ke pelosok Nusantara.

Nah, lubang tambang yang menjadi destinasi Pariwisata ini akan menjadi hal menarik, bagi saya. Pertama, apakah bisa menjadikan hal positif bagi pembanguna dalam konteks luas, utamanya menciptakan sumber energi baru dan jua lapangan kerja untuk mengencangkan sabuk ekonomi RI?

Utamanya ya persoalan lubang tambang tadi yang ternyata bisa dialih-fungsikan menjadi tunas-tunas Pariwisata baru, yang banyak terdapat di wilayah Kaltim. Dan bisa ditularkan ke wilayah lainnya, bahkan?

Dan kedua, tentu akan menjadi jalan keluar untuk meyakinkan masalah elektrifikasi yang terus menjadi tuntutan masyarakat. Dan menjamin upaya elektrifikasi tadi bisa terus berjalan dalam mengokohkan pembangunan ekonomi secara luas tentunya?

Nah, lewat tulisan Taman Gubang ini, akan mencoba mengeloaborasi pada banyak hal dan akan mengerucut dalam memanen dukungan kita bersama pada upaya pembangunan lewat ekspolitasi Batu Bara yang berkelanjutan.

Utamanya, ya dalam konteks-konteks memaksimalkan kontribusi SDA Batu Bara di banua etam Kaltim, dalam skup kepentingan Nasional, bahkan.

Kontribusi Batubara, dalam Pembangunan Kaltim dan Indonesia.

Dalam sejarahnya, pulau Kalimantan memang disebut-sebut sebagai lumbung komoditas Batu Bara. Di Kaltim sendiri adalah salah satu produsen Batu bara terbaik dan terkenal, salah-satunya berada di wilayah Sangatta, Kutai Timur, yang digarap oleh perusahaan besar PT KPC.

Cerita sedikit soal sejarah tambang di Kaltim ya! Dimana dahulu –katanya- penemuan daerah tambang di Kaltim ditemukan pada tahun 1845, oleh perusahaan asal Inggris milik George Peacock (G.P) King.

Menurut Ita Syamtasiyah Ahyat, seorang pengajar Program Studi Sejarah UI. Perusahaan G.P King pada saat itu telah mengadakan penyelidikan kondisi tanah di sekitar sungai Mahakam, dan akhirnya menemukan lapisan tanah berupa Batu Bara.

Sebelum tahun 1845 Samarinda masih menginduk kepada kesultanan Kutai, setelah terjadi perjanjian di tahun 1825-1845, Sultan Kutai mengakui Pemerintahan Kolonial Belanda sebagai pemilik sah pesisir Kalimantan Timur, termasuk sisi Sungai Mahakam itu.

Singkapan Batu bara yang banyak ditemukan di wilayah jalan Palaran I Dokumentasi Pribad
Singkapan Batu bara yang banyak ditemukan di wilayah wilayah Palaran , Samarinda I Dokumentasi Pribadi

Dahulu, hasil bumi Batu Bara, digunakan untuk menggerakkan transportasi dan pabrik Belanda lewat mesin uap pada pertengahan abad ke-18, pada masa Revolusi Industri. Sehingga melambunglah komoditas Batubara menjadi komoditas penting yang bernilai jual tinggi di dunia industri.

Nah berlanjut, pada tahun 1860, Pemerintah Kolonial menemukan lapisan batubara berkualitas bagus di sepanjang sungai Mahakam, dan berhasil memproduksi batubara sebanyak 800 ton yang digunakan untuk kapal uap Belanda.

Penambangan pada zaman dahulu jua meninggalkan lubang besar bekas galiannya juga kok. Hal itupula yang diikuti oleh banyak buruh Kesultanan Kutai untuk menambang dengan peralatan seadanya, beda kelas teknik yang digunakan jika dibandingkan dengan teknik tambang Kolonial Belanda. Dan akhirnya sia-sia belaka, para buruh gagal mendapatkan batu bara itu.

Sementara Kolonial Belanda, terus menemukan cadangan Batu Bara yang berkualitas bagus di sekitar pinggiran Sungai Mahakam antara Samarinda dan Tenggarong ini. Dan berdirilah perusahaan batubara swasra di Kaltim, dengan nama Oost-Borneo Maatschappij (OBM) pada 1888.

Bersampan asik di taman Gubang I Dokumentasi Pribadi
Bersampan asik di taman Gubang I Dokumentasi Pribadi

Nah sedikit sejarah itu, bisa mengulik fakta eksploitasi Batu Bara memang sudah turun-temurun terjadi di sekitar pinggiran sungai Mahakam, ya termasuk di daerah Loa Ulung ini, yang jua dekat pinggiran sungai Mahakam.

Dan aktivitas tadi tentu telah lama meninggalkan warisan lubang-lubang tambang yang katanya ‘merugikan’ kehidupan masyarakat dari dahulu. Presepsi merugikan atau menguntungkan ini bisa bermacam-macam kan? Dan ya mari kita buktikan saja yuk!

Batubara komoditas bernilai tinggi!

Sama halnya dahulu hingga saat ini, pamor Batubara melambung drastis, dimana pembangkit listrik dunia kini malah bersumber dari Batu Bara. Meski penemuan dan pemanfaatan energi terbarukan makin maju, seperti dari gelombang air, angin, cahaya matahari serta panas bumi. Namun Batu bara msih menjadi pilihan utama mencipta energi bagi kehidupan.

BP Energy Outlook 2018, mencatat komoditas batu bara masih berkontribusi setidaknya 30% sebagai sumber energi pembangkit listrik di dunia ini.

Tidak hanya untuk pembangkit listrik ternyata, beragamnya produk yang dihasilkan pun kian menjalar pada produk lain, seperti sebagai campuran kertas, pupuk, plastik, baja dan keramik. Serta yang terbaru, Batu bara digunakan sebagai sumber panas dalam memproduksi semen dan gas alam.

Data di tahun 2017 saja, Indonesia sudah menghasilkan 485 juta ton batu bara, atau dipresentasekan 7,2% dari total produksi batu bara dunia. Selain itu, sebagai eksportir terbesar kedua di dunia setelah Australia. Dimana 80% dari produksi Batu Bara nasional dipersembahkan untuk kegiatan ekspor saja.

Batu Bara dalam angka-angka lainnya, dimana BPS mencatat, selama 2014-2018 industri pertambangan rata-rata menyumbang 2.3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pertahunnya, jika dirupiahkan ya senilai Rp 235 Triliun lho.

Itulah sebabnya, usaha pertambangan Batu Bara ini sangat menggiurkan. lihat saja data Forbes (2018) mencatat jika 7 dari 50 orang terkaya di Indoensia, kekayaannya selalu bersangkutpaut dari keuntungan bisnis batubara.

Hasil pembangunan Kaltim, terbukanya infrastruktur jalan tol pertama di Kalimantan, menghatarkan dua kota Balikpapan-Samarinda I Dokuemntasi Pribadi
Hasil pembangunan Kaltim, terbukanya infrastruktur jalan tol pertama di Kalimantan, menghatarkan dua kota Balikpapan-Samarinda I Dokuemntasi Pribadi

Klimaknya ya, di tahun 2018 lalu, Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) sektor mineral dan batu bara (Minerba) melesat lebih dari 121% dari target di APBN 2018. Penyebabnya satu, kenaikan harga batu bara yang melambung tinggi pada saat itu.

Elektrifikasi adalah kunci pembangunan?

Saya yakin, potensi-potensi yang sudah disebutkan di atas tadi, bisa menjadi angan setiap Pemerintahan yang berkuasa di Indoensia, untuk terus memaksimalkan potensi SDA Batu bara yang kita punyai ini kan?

Dalam konteks ekonomi tentu upaya ini pantas-lah diupayakan. Saya pribadi mendukung dalam usaha dan upaya pembiayaan pembangunan, ya dalam konteks pembangunan yang sangat luas pula kan?

Keseriusan tadi, akhirnya diwujudkan dengan penerbitan Undang-undnag Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) pada tanggal 10 Juni 2020 lalu. Inti dari penerbitan UU ini adalah pemberian kepastian perpanjangan kontrak kepada perusahaan pertambangan khususnya pertambangan Batu Bara.

Terlepas dari kontroversi kepentingan apa saja soal UU tadi. Hal ini menurut saya perlu didukung dengan melihat sisi positif dalam hal upaya pembiyaan pembangunan jangka panjang tadi. Yakni ya salah satu hal pentingnya, yakni penyiapan kebutuhan energi berupa listrik yang tentu membutuhkan tehnologi berbiaya tinggi.

Ya ujungnya proses mengupayakan dan memudahkan serta mewujudkan mimpi elektrifikasi, ke  seluruh wilayah Banua Etam Kaltim, dan pelosok Nusantara Indoensia.

Nah saya juga jadi teringat di tahun 2008, dimana pada saat itu terjadi pemadaman listrik bergilir oleh PLN di kota-kota besar di Kaltim.

Infografis diolah I sumber data  niaga.asia
Infografis pencapaian Rasio Elektrifikasi Kaltim I sumber data niaga.asia gambar diolah

Dimana PLN yang mencakup areal Sistem Mahakam yakni Tenggarong, Samarinda, dan Balikpapan mengalami defisit listrik. Tak ayal demo masyarakat merebak setiap waktu meminta kepastian elektrifikasi lancar kembali.

Pada saat itu, PLN yang mengandalkan Sistem Mahakam dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), yang menuntut pasokan 180 MW namun hanya bisa memproduksi 160 MW, sehingga defisit 20 MW.

Ditambah lagi dengan terbakarnya PLTD Batakan pada 21 Juni 2008, defisitnya melebar lagi menjadi 27 MW. Padahal pada waktu bersamaan Kaltim sedang mempersiapkan perhelatan besar PON ke-17, dan sudah membangun macam rupa infrastruktur fisik berbiaya tinggi. Terganggunya elektrifikasi tentu membuat rasa pembangunan tidak lengkap.

Akhirnya, PLTU tanjung batu, Kecamatan Tengarong Seberang, Kukar dibangun dan mampu beroperasi menjadikan defisit kelistrikan menyempit, dan digadang mampu memasok daya hingga 42 MW ke sistem Mahakam.

Nah PLTU Tanjung Batu di Tenggarong seberang, merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan Batu Bara sebagai sumber energinya. PLTU itu juga siap menyalurkan daya listrik hingga 2×25 MW.

Infografis diolah I Sumber katadata.co.id
Infografis diolah 15 provisi dengan APBD terbesar (2018) dan 10 negara dengan kapasitas PLTU Batu Bara terbesar di dunia I Sumber katadata.co.id

Itu belum lagi, pembangunan PLTU tahap II, yang rencananya akan dibangun dan menghasilkan daya 100 x 2 MW. Bak gayung bersambut, kini Batu Bara Kaltim sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dengan mengurangi ketergantungan energi lewat bahan bakar BBM.

Nah dengan upaya elektrifikasi merata di Kaltim, tentu sangat menguntungkan pada sisi ekonomi masyarakat. Dimana akan menggerakkan mesin-mesin produksi masyarakat pada lingkup UMKM. Dan menghasilkan beragam hasil kuliner, kerajinan tangan dan dengan mudah dijaja pada pusat pariwisata kita kan? Termasuk kembali dijaja ke tempat ini, Taman Gubang.

Dari sini, saja bisa menjadi runutan awal, dan menjadikan kita tersadar bahwa terlalu pentingnya upaya elekrifikasi yang bisa diupayakan dari komoditas Batu Bara yang melimpah di negeri sendiri. Dan itupun pengoahannya bisa sangat ekonomis bila dibandingkan dengan PLTD berbahan bakar BBM, misalnya.

Pandemi, Menjadikan Pariwisata menjadi nyawa kedua industri Batu Bara Kaltim?

Nah masa Pandemi harus diakui adalah ujian berarti bagi Pemerintah ya? Pandemi sudah membuat negara pegimpor Batu Bara urung membeli komoditas Batu Bara, karena lesunya ruang ekonomi. Sedangkan stok Batu Bara  negara pengekspor melimpah-ruah di pasaran.

Kontraksi harga Batu Bara di masa Pandemi I sumber katadata.co.id dan kaltimkece.id
Kontraksi harga Batu Bara di masa Pandemi I sumber katadata.co.id dan kaltimkece.id

Harga Batu Bara acuan selama Pandemi selalu berkontraksi. Pada Agustus 2020 haya sebesar US$ 50.34 per ton, turun 3.5% dari US $ 52.16 per ton.

Pertumbuhan ekonomi Kaltim yang terpukul akibat Pandemi I Sumber kaltimkece.id
Pertumbuhan ekonomi Kaltim yang terpukul akibat Pandemi I Sumber kaltimkece.id

Akibatnya, produksi Batu Bara yang menggeliat di Kaltim juga ikut terpukul mundur. Dan membuat pertumbuhan ekonomi Kaltim melorot lagi ke angka minus 5.46 persen dibanding triwulan I 2019 (year to year).

Realnya, sektor pertambangan yang menyumbang 42,94 % persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Rp 72,4 Triliun –menurut harga berlaku- Pada triwulan ke dua 2020 PDRB Kaltim melorot ke angka Rp 64 Triliun atau 6,31 %-nya.

Porsi ini tentu memukul pertumbuhan ekonomi Kaltimn minus 5.46 persen, dimana sektor pertambangan ikut berkontribusi minus 3.32 % atas pertumbuhan ekonomi yang minus tadi. Dahsyat memang ya!

Dermaga Taman Gubang I Dokumentasi Pribadi
Dermaga Taman Gubang I Dokumentasi Pribadi

Akibatnya, ya banyak perusahaan pertambangan dan mitra kerjanya melakukan efesiensi biaya operasi. Serta menurunkan produksi batu bara secara bertahap untuk menghindar kerugian lebih dalam. Hal ini lantas berdampak pada PHK banyak pekerja tambang. Padahal banyak karywan merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar areal tambang.

Nah kisah Taman Gubang, tentu bisa menjadi lingkaran positif dalam memaknai aktivitas pertambangan Batu Bara terkini. Dimana Pandemi yang memukul semua sektor bisa mengajarkan banyak hal dalam memunculkan ide baru, utamanya mensiasati permasalahan yang ada tadi.

Sampan yang bisa digunakan mengitari danau taman Gubang Kukar I Dokumentasi pribad
Sampan yang bisa digunakan mengitari danau taman Gubang Kukar I Dokumentasi pribadi

Dalam hal ini, permasalahan lubang tambang Batu Bara yang mengaga, dan sudah bisa dimanfaatkan sebagai objek wisata yang dirindukan warga di masa Pandemi ini kan? Taman Gubang, tentu sudah menjadi pioner dalam pengembangannya.

Dan yang perlu diacungi jempol memurut saya adalah inisiasinya merupakan produk perorangan yang bernama bapak Ahmad. Bukan malah Pemerintah daerah yang harusnya lebih pertama untuk maju dalam permasalahan klasik ini.

Selfi sejenak di taman Gubang, yang sudah memberikan inspirasi baru energi terbaharukan Batu Bara di masa yang akan datang I Dokuemntasi Pribadi
Selfi sejenak di taman Gubang, yang sudah memberikan inspirasi baru energi terbaharukan Batu Bara di masa yang akan datang I Dokuemntasi Pribadi

Tentu saja, yang perlu dicatat dalam upaya pemanfaatan lubang tambang tadi, adalah hal safety-frist bagi para pengunjungnya oleh pengelola taman Gubang ini. Dimana bekal pelampung untuk menikmati kawasan danau-lubang tambang harus tersedia melimpah, dan bisa dengan mudah digunakan.

Taman Gubang, bisa menjadi tentative-model bagi terciptanya tunas pariwisata baru, atas urgensi ekspoloitasi pertambangan Batu Bara yang diamanatkan UUD 45. Dimana Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sehingga atas usaha kita itu, kita benar mampu merdeka dari ketergantungan apa saja dari negera lain. Termasuk ketergantungan energi yang bisa memacu energi kreatifitas dalam memproduksi apa saja, dalam ikut mengencangkan sabuk ekonomi negara. Dan seterusnya bisa dijaja di tempat pariwisata yang strategis, ya di taman Gubang ini sekarang dan di masa depan nanti. (Aal Arby)

Kamu juga harus baca artikel ini!

Comments are closed.

error: Content is protected !!