Memanjakan Kembali Biodiversity Khatulistiwa

Kita mampu memanjakan Biodiversity Tahura Suharto ini. Agar dapat menjamin kehidupan anak cucu bersama keanekaragaman hayati Belantara Khatulistiwa.

Potret Belantara Tahura Suharto dari sisi Jalan Provinsi Kaltim

Dinginnya embun pagi menyelinap, menghalangi pandangan mataku kala melintasi area Taman Hutan Raya (Tahura) Suharto, pada Minggu (19/8).

Meski, semenjak tahun 2020, jalan tol sudah menghamparkan jalan mulus dari arah kota Samarinda ke Balikpapan. Namun tetap saja, jalan provinsi Kaltim yang membelah Tahura Suharto ini, masih menjadi andalan untuk menuntaskan ragam urusanku di kedua kota itu.

Menjelajahi eks kawasan Hutan Lindung, yang kini berstatus Taman Hutan Raya alias Tahura, bak berjalan-jalan di sebuah etalase ekosistem hutan saja, yang siap menjaja keanekaragaman hayati di dalamnya.

Karena, semenjak hadirnya infrastruktur jalan Tol di Kaltim –malah—sudah menjadikan jalan provinsi yang membelah kawasan Tahura ini lengang, dari lalu-lalang kendaraan yang biasa melintasinya.

Kondisi itu sempat menghanyutkan diri, untuk mengenang kembali cerita kejayaan kawasan Tahura Suharto dahulu.

Dimana pada masa Orde Baru (Orba), kawasan ini selalu saja dibanggakan atas keberhasilan program reboisasi, yang berhasil mengembalikan fungsi hutan, yang lebur bersama  aktivitas Illegal Logging saat itu.

Namun mensesapi segarnya embun pagi itu dalam-dalam, bak menampar wajah ini berkali-kali, seraya mengajak diri ini untuk mampu mengembalikan fungsi ekologis Tahura Suharto agar dapat kembali diandalkan di masa depan.

Pentingkah hal itu? Ya lihat saja di balik rimbunnya Meranti-meranti kurus yang menjuntai tinggi di pinggir jalan itu!

Di sana akan mudah menunjukkan kepada kita ragam aktivitas eksploitasi, lewat pembukaan areal pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit, invasi pemukiman penduduk yang semakin menjadi-jadi.

Jalan Tol Smd-Bpp yang beririsan dengan Tahura Suharto rentan mengancam Biodiversity Tahura
Jalan Tol Smd-Bpp yang beririsan dengan Tahura Suharto rentan mengancam Biodiversity Tahura I Dokpri

Padahal jika dilihat lagi, kawasan Tahura Suharto seluas 61.850 Ha ini, juga masih menyimpan keanekaragaman hayati baik Flora dan Fauna yang tiada tara.

Dan hal terpenting lainnya, Tahura Suharto juga –masih– menjadi andalan bagi aktivitas penelitian atas kekayaan hutan hujan tropis di Kalimantan Timur.

Nah, menariknya, juga –masih dari kawasan Tahura Suharto ini– kita juga akan menjumpai penggalan-penggalan kawasan konservasi, yang menyimpan biodiversity flora dan fauna yang masih lestari sebagai etalase Biodiversity tadi.

Sebut saja kawasan Borneo Orangutan Survival (BOS) seluas 1800-an Ha, yang menjadi rumah adopsi primata Orangutan.

Dan, ada juga, kawasan Bukit Bangkirai, yang menjaja koleksi flora endemik khas Kalimantan, yakni pohon Bengkirai, yang pohonnya mampu menjulang besar, kuat dan  tumbuh massif.

Kesemuanya pastilah akan menjadikan daya tarik atas kunjungan wisata alam yang menggemaskan untuk didatangi, bukan?

Nah, penggalan kawasan-kawasan konservasi di sekitar Tahura Suharto ini, bisa menjadikan kabar baik jua dalam memastikan —masih– berjalannya fungsi-fungsi ekologis hutan hujan tropis Khatulistiwa, sebagai alas hadirnya Biodiversity kita.

Terutama bagaimana ekosistem dari kawasan konservasi hutan hujan tropis Khatulistiwa, masih mampu menjadi rumah bagi flora dan fauna endemik,  menyediakan pasokan air bersih dari riam anak sungainya. Hingga mengikis gumpalan karbon yang bergemuruh di udara Khatulistiwa Kalimantan.

Nah, kembali bertanya lagi dalam hati ini, apakah aku dan kita akan mampu ya untuk terus memanjakan kembali Biodiversity di Tahura Suharto ini?

Ya agar dapat menjamin kehidupan kita, dan anak cucu kita kelak di masa depan bersama keanekaragaman hayati yang terus terjaga di Belantara Khatulistiwa.

Tantangan dan Harapan  Biodiversity Khatulistiwa di Tahura Suharto

Kala menjelajahi etalase Tahura Suharto itu, ternyata juga mudah saja menyajikan potret alam yang jua menyedihkan?

Sebut saja bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang dahsyat terjadi di Tahun 2019 lalu.

Potret itu menjadikan sebuah kenangan pahit, kala gumpalan asap putih mampu menggantikan segarnya embun pagi, yang biasa menutup pekat pandangan jalanan Tahura Suharto kala melintasinya.

Awal september 2019, data Karhutla Monitoring Sistem, menyebutkan jika Karhutla di banua etam Kaltim sudah mencapai 6.715 hektar, termasuk luasan di wilayah Tahura ini.

Dan pelak saja asapnya mampu terbang menyinggahi area sekitarnya, dan memberikan dampak buruk dari sisi ekonomi dan kesehatan masyarakat Kaltim.

Dan –pasti– yang paling berharga adalah, tergerusnya kekayaan Biodiversitas Tahura Suharto.

Karhutla di pinggir jalan menuju Tahura Suharto yang telanjang mata bisa kita lihat kala musim kemarau tiba I Dokpri
Karhutla di pinggir jalan menuju Tahura Suharto yang telanjang mata bisa kita lihat kala musim kemarau tiba I Dokpri

Pemerintah daerah Kaltim pun mengakui, jika titik-titik api Karhutla itu salah-satu titiknya tersulut dari Tahura Suharto ini.

Dimana 90% disebabkan oleh pembukaan lahan sawit oleh oknum nakal secara ilegal. Dan sisanya, karena hal yang sepele, kebiasaan membuang puntung rokok kala melintasi jalan, serta dampak api unggun oleh aktivitas wisata alam di kawasan hutan.

Dan secara umum. Bank Dunia pun pernah menaksir kerugian Karhutla di Indonesia sepanjang 2019 sudah mencapai Rp 72,95 triliun.

Perhitungan tadi berdasarkan data Karhutla yang terjadi dari Januari hingga September 2019, dengan luas area Karhutla yang terdampak mencapai 620.201 Ha.

Lantas, data terbaru KLHK, menyebutkan Karhutla Indonesia yang terjadi pada 2021 lalu di kawasan konservasi, juga sudah melahap luasan 38,665 Ha. 

Angka itu lebih tinggi dari luas Karhutla di wilayah konservasi pada 2020. Jika ditotal-total saja, rentang waktu 2015-2021, kasus Karhutla di Indonesia sudah mencapai 973.357 Ha.

Nah, angka-angka itu tentu patut menjadikan sebuah introspeksi diri, bagaimana kasus Karhutla akan menjadikan tantangan yang terus berulang, untuk menemukan cara pencegahan dan penanggulangannya.

Padahal, harapan besar kita kepada fungsi ekologis hutan hujan tropis kini dan masa depan nanti, jauh lebih berat lagi.

Dimana keberadaan hutan hujan tropis, harus bisa mendinginkan Bumi, dari pemanasan global yang kian masif saja, akibat jeratan jejak karbon manusia yang juga kian masif saja.

Dan memang harus kita akui saja-lah, jika pekerjaan rumah ini sungguh maha berat jika dikerjakan,tanpa langkah kolaboratif, bukan?

Kawasan Tahura Suharto ini –memang– merupakan secuil kawasan hutan saja yang masih menyimpan hutan konservasi vital, untuk menjawab tantangan pemanasan global Bumi yang barusan disinggung di atas.

Nah, menurut definisinya, Hutan yakni sebuah ekosistem terestrial, yang disesaki pepohonan dengan jarak yang rapat, dan pada sejumlah lainnya punya fungsi ekologis yang dilindungi oleh hukum.

Dan kawasan hutan menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa.

Secara lengkap definisi hutan hujan tropis, hutan alam yang berada pada iklim tropis yaitu terletak antara 230 27′ LU dan 230 27′ LS. Hutan tropis terdiri dari 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau.

Potret Belantara Tahura Suharto dari sisi Jalan Provinsi Kaltim
Potret Belantara Tahura Suharto yang kita bisa kita nikmati dari sisi Jalan Provinsi Kaltim I Dokpri

Lantas apa fungsi hutan itu? Ada sebanyak 75% produksi primer bruto biosfer Bumi diproduksi dari Hutan, yang menyangga keberlangsungan kehidupan di permukaan bumi. Hutan juga mengandung 80% biomassa tanaman di Bumi.

Selain itu terpenting, hutan mampu menyimpan bergiga-giga juta ton karbon sebagai hasil dari produksi primer hutan tropis.

Dan bersyukurlah –lagi—di Banua etam, Kalimantan Timur, memiliki luasan hutan terbesar kedua di Indonesia.

Laman resmi ditjenppi.menlhk.go.id menyebutkan hutan Kaltim seluas 14,6 juta Ha, Dimana hanya sekitar 4.2 juta Ha berada dalam kawasan di luar konservasi.

Beruntung –lagi– sebagian besar hutan dunia lebih banyak ditemukan pada wilayah tropis, dan menjadikan Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dunia yang memiliki hutan hujan tropis, yang menyimpan kekayaan Biodiversity yang tiada tara di sana.

Biodiversity adalah semua jenis kehidupan yang akan kita semua temukan di satu area, baik hewan, tumbuhan jamur bahkan mikroorganisme yang ikut membentuk kehidupan Bumi.

Nah, setiap spesies dan organisme akan bekerja sama saling melengkapi membangun ekosistem, seperti jaring yang rumit, dan akan menjaga keseimbangan dan mendukung kehidupan Bumi.

Artinya, Biodiversity siap mendukung segala sesuatu di alam yang manusia butuhkan untuk bertahan hidup, seperti kebutuhan makanan, air bersih, obat-obatan serta tempat tinggal.

Namun kenyataan yang terjadi hari ini mengungkap, jika kekayaan hutan hujan tropis itu, juga mudah saja menjadi tantangan sekaligus harapan bagi penyelesaian sebuah isu utama global kini.

Isu itu yakni isu perubahan iklim, yang memunculkan ragam bencana bagi manusia, saat ini.

Lantas apa saja, ancaman serta harapan yang terselip di balik kekayaan Biodiversitas hutan hujan tropis Khatulistiwa itu, yang harus kita perhatikan bersama?

1.   Perubahan Iklim Bumi, yang Mudah Memantik Musnahnya Biodiversity Tahura Suharto Kapan Saja.

Organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) menuliskan laporan mengenai ancaman El-Nino kepada seluruh negara-negara dunia, termasuk Indonesia, dalam mengantisipasi dampaknya dalam rentang Juni 2023 hingga 2024 mendatang.

Terutama menyiapkan ketahanan pangan dalam negeri yang berpotensi terdampak oleh dinamika El- Nino.

Fenomena El-nino sendiri yakni pemanasan suhu muka laut, di Samudera Pasifik bagian tengah dan hal itu berpotensi mengakibatkan beberapa daratan mengalami kekurangan curah hujan dan –bahkan—mengalami kemarau ekstrim.

Oleh sebab itu dalam beberapa studi menyebut jika peran pemanasan global/perubahan iklim, dan bersama dengan aktivitas deforestasi, berpotensi meningkatkan potensi Karhutla, dan beragam efek gabungan di masa depan. 

Meski harus diakui juga, jika aktivitas deforestasi hutan hujan tropis, juga masih marak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. 

Dan parahnya lagi, praktek tebang dan bakar, menjadi pemantik kebakaran lahan yang tidak mudah terkendali.

Terlebih pengeringan lahan gambut akan mampu pula membuat kondisi semakin rawan terjadinya kebakaran hutan, dan memusnahkan kekayaan Biodiversitas yang menjadi penghuni hutan hujan Tropis kita.

Hadirnya Biodiversity yang kita ketahui memiliki manfaat yang amat penting bagi keberlanjutan seluruh makhluk di muka bumi.

Keragaman hewan dan tumbuhan serta organisme di Bumi inilah yang akan siap memenuhi kebutuhan manusia untuk terus hidup kita, bukan?

Lantas, bagaimana ya jika kasus Karhutla juga terjadi dalam waktu yang bersamaan hadir  di banyak negara lainnya yang menjadi lumbung Biodiversity?

Dalam sebuah laporan, dalam kurun 2002 hingga 2022 saja, Bumi sudah kehilangan hutannya seluas 6 juta Ha, baik karena kebakaran dan alasan lainnya.

Namun, dibalik itu kita bisa saja bersyukur –lagi– jika dalam laporan itu, menyebut juga terdapat intensitas penurunan penyusutan luasan hutan dunia akibat Karhutla sejak 2020 lalu.

Nah, pertanyaan optimisnya lantas adalah, apakah tren penurunan kasus penyusutan luasan hutan dunia akibat Karhutla,  adalah –juga–  merupakan andil dari kita, sebagai masyarakat Indonesia yang sudah peduli menekan jejak karbonnya sendirii? Demi kelestarian Biodeversity Bumi.

2.   Optimisme Jika Kekayaan Hutan Hujan tropis, Mampu Dukung Pembangunan Modern

Tuntutan atas pembangunan yang merata hingga ke pelosok daerah, sudah menjadi bancakan politik dalam era Demokrasi saat ini, bukan?

Dan pelak saja, tuntutan itu mampu menjadikan sebuah ancaman baru juga yang mudah menggerus luasan hutan hujan tropis Indonesia, untuk dijadikan alas pembangunan baru di masa mendatang. Salahkah?

Dan implementasi pembangunan yang ramai diperbincangkan saat ini, yakni pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, yang sebagian wilayah kecilnya juga beririsan dengan wilayah Tahura Suharto ini.

Sebagai informasi saja, pembangunan IKN memerlukan alas pembangunan sekira 255 ribu Ha, namun hanya luasan 50 ribuan yang akan dibangun infrastruktur berkelanjutan.

Dan sisa lahannya, rencananya akan dibiarkan mengikuti selera ekosistem alam lestari.

Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur menghadapi sejumlah tantangan besar, salah satunya dalam aspek lingkungan hidup.

Herpetofauna adalah hewan melata berupa amfibi dan reptil, yang memiliki peran penting dalam rantai makanan dan berfungsi sebagai bioindikator.

Adapun bioindikator merupakan organisme yang sensitif terhadap polusi atau gejala perubahan lingkungan, sehingga keberadaannya dapat menjadi tolok ukur kualitas ekosistem.

Menyimak riset “Analisis Konsep Forest City dalam Rencana Pembangunan Ibu Kota Negara” di jurnal Bappenas Working Papers (Volume 4 No. 1, 2021), yang ditulis tim perencana dan tenaga ahli Kementerian PPN/Bappenas, yakni Dadang Jainal Mutaqin, Muhajah Babny Muslim, dan Nur Gygiawati Rahayu.

Dalam riset itu telah mengungkap rincian spesies hewan di wilayah IKN yang masuk “daftar merah” atau terancam punah berdasarkan kategorisasi dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), yang ditunjukkan dalam grafik.

Nah, jargon  “Pembangunan berkelanjutan’  bisa menjadi sebuah tren baru, harapan baru dan bagi semangat pembangunan di pelosok daerah di masa depan, yang dari dahulu selalu saja merelakan hutan Indonesia, sebagai alas Pembangunannya. Mengapa?

Ternyata, ekonomi karbon yang diproduksi dari hutan hujan tropis, berpotensi menjadikan pendapatan baru negara? Dan baru disadari, jika nilai potensi pendapatan itu sedang ditaksir mencapai Rp 8 ribu triliun.

Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi menunjukkan alasan itu, jika Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia, dengan luasan 125,9 juta Ha, yang dapat menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton.

Oleh sebab itu, program Kaltim Go Green, yang sudah dikerjakan oleh masyarakat Banua Etam Kaltim, sejak belasan tahun lalu, mampu pua memanenkan hasil dari ekonomi karbon itu di 2023 ini. 

Buktinya, Kalimantan Timur berhasil menurunkan emisi karbon sekitar 30 juta ton CO2 equivalent dan yang dilakukan penilaian oleh World Bank adalah sebesar 22 juta ton CO2 equivalent.

Alhasil, Pemerintah daerah Kaltim sudah menerima dana senilai USD 20,9 juta dari total dana yang diberikan senilai USD 110 juta, lewat program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPC-CF) pada Maret 2023 lalu.

Nah dari pencapain ini, bisa saja menjadi bukti. jika dengan langkah kolaboratif kita pasti mampu menjaga sekaligus mampu mengkapitalisasikan potensi hutan hujan tropis yang kita miliki.

Dan dana yang diterima  untuk Kaltim, pasti mampu mendukung kemerdekaan Hutan Hujan tropis di masa depan lebih baik lagi, seperti program restorasi gambut, restorasi mangrove, pencegahan deforestasi menjadi lahan pertanian.

lantas memampukannya menggerakan ekonomi sirkular lewat pengelolaan sampah.

Dan kesemuanya, diharapkan akan mampu mendukung hadirnya Biodiversity di Khatulistiwa sebagai paru-paru dunia.

Yuk Bersama Menjaga Biodiversity Khatulistiwa, Sekarang juga!

Menarik lagi istilah “ekonomi karbon” yang sedang hits saat ini, bisa menjadi motivasi siapa saja untuk mampu memerdekakan segenap warganya untuk menghirup udara sehat yang dipantik oleh tumbuhnya Biodiversity Belantara Khatulistiwa, bukan?

Terlebih, pada KTT Iklim COP 26 di Glasgow, Pemerintah Indonesia sudah berjanji untuk mengakhiri deforestasi pada tahun 2030.

Namun, lagi-lagi, mewujudkan semua itu memerlukan semangat yang harus hadir menyelesaikan kasus Karhutla hujan tropis, menjaga kekayaan Biodiversitas kita.

Apa Saja Langkah Menjaga Hutan sebagai Alas Biodiversity Bumi Kita!

  • Memahami dan menyadari serta yakin jika kita pasti membutuhkan alam yang lestari dari hutan hujan tropis bagi kehidupan kita. Kesadaran itu minimal bisa ditunjukan dengan sikap kita untuk menjaga kebersihan di sekitar kita, dan mematuhi semua larangan yang merusak lingkungan.
  • Menyemarakkan wisata alam, dengan aktif berwisata ke spot wisata alam seperti konservasi hutan, untuk melihat ragam fauna-flora yang bisa dijadikan pengetahuan penting untuk lebih aktif melestarikan lingkungan.
  • Dan terpenting, dengan aktif berwisata alam, akan menghidupkan ekonomi kawasan hutan, dimana penduduk di sekitar kawasan hutan dapat mengambil profesi baru di areal wisata, dan meninggalkan ketergantungannya pada kawasan untuk mencukupi kebutuhannya secara wajar, dan menghindarkan mereka untuk mampu merusak dan memburu flora dan fauna yang ada di sana.
  • Selalu mendukung produk-produk yang mengusung ‘Keberlanjutan atau Sustainability” dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk mulai aktif menghitung jumlah karbon diri dan menggunakan produk ramah lingkungan.
  • Jika memungkinkan, ikut juga dalam bagian dalam program lingkungan, dengan terjun langsung ke lapangan melakukan aksi bersih-bersih, atau juga berdonasi dalam rangkaian program mendukung lingkungan yang lebih baik lagi.
  • Terpenting juga, dan pasti sangat mudah dilakukan oleh kita, tak bosan untuk mengkampanyekan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan di media sosial. merekomendasikan spot wisata alam menarik, hingga konten edukasi mengenai studi terbaru ramah lingkungan

Resep Menyelamatkan Biodiversity Khatulistiwa alas Banua Etam!

Nah dalam prakteknya, memang sih selama ini domain besar aksi pencegahan Karhutla masih mengandalkan langkah Pemerintah, dan terkesan menjadikan kita bak penonton saja, bukan?

Namun di Banua Etam masyarakat Kaltim kini mudah ikut terlibat dalam setiap aksi menanggulangi isu lingkungan tadi.

Semisal, di setiap desa Banua Etam, masyarakat di sekitar kawasan hutan sudah dibekali pengetahuan memaksimalkan kanal SP4N-Lapor, yakni sistem Pelaporan Pelayanan Pengaduan Publik.

Dimana Pemerintah daerah Kaltim secara massif, memberikan sosialisasi akan pentingnya kanal SP4-Lapor itu, untuk ragam aduan ancaman bencana ekologis.

Dan dengan kanal itu, mudah saja bagi masyarakat desa melaporkan secara langsung peristiwa yang terkait kerusakan lingkungan hidup di sekitar tempat tinggalnya.

Kamu juga harus baca artikel ini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!