Memerdekakan Ancaman Karhutla di Hutan Hujan Tropis Banua Etam Kian Nyata

#BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku memberikan arti kemerdekaan tahun ini, membebaskan polusi asap Karhutla hutan hujan tropis, sekarang!

Kekeringan di Tahura Suharto, yang menjadi pemantik Karhutla

Hutan Hujan Tropis

Embun pagi benar-benar menghalangi pandanganku melintasi area Bukit Soeharto, dari arah kota Samarinda menuju kota Balikpapan, pada Sabtu (1/8) 2023 lalu. Meski sejak 2020 lalu sudah terhampar Infrastruktur baru jalan Tol Samarinda-Balikpapan. Namun, rasanya jalur Tahura Suharto masih selalu saja kuandalkan, kala ingin berada di kedua kota tadi, menggenapi urusan apa saja di sana.

Lantas, menjelajahi eks kawasan hutan lindung, yang kini berstatus Taman Hutan Rakyat (Tahura) Suharto, bak berjalan-jalan di sebuah etalase ekosistem hutan saja.

Jalan Tahura Suharto yang lengang semenjak hadir Jalan Tol yang membelah kawasan Tahura Suharto I Dokpri
Jalan Tahura Suharto yang lengang semenjak hadir Jalan Tol yang membelah kawasan Tahura Suharto I Dokpri

Karhutla Kaltim
Penampakan rimbunnya pepohonan jalur Tahura Suharto yang mudah menjadikan Karhutla akibat kekeringan I Dokpri
Jalan Tol Kaltim, yang sudah beroperasi menjadi jalan alternatif melewati Tahura Suharto I Dokpri

Karena, semenjak kehadiran jalan Tol di Kaltim, –malah– menjadikan jalan trans kedua kota besar yang membelah kawasan Tahura Suharto ini, tampak lebih lengang, untuk dilalui para pengendara kendaraan hilir-mudik.

Keadaan itu membawa diri ini mudah saja hanyut terkenang pada cerita kejayaan kawasan Tahura Suharto ini. Dimana Pemerintahan orde baru, selalu saja membanggakan kepada dunia, program reboisasinya yang ampuh dalam melestarikan fungsi hutan ya di kawasan ini

Ah, merasakan nikmat embun pagi itu, bak menampar wajah ini, yang spontan ingin mendapatkan kembali sebuah harapan atas hadirnya fungsi ekologis Tahura Suharto dahulu, yang pasti didamba oleh masa depan kita nanti.

Meski ya kenyataan di balik pohon Meranti yang kurus tinggi menjuntai di pinggir jalan Tahura Suharto itu, masih hadir ragam eksploitasi, mulai pembukaan areal  perkebunan sawit, invasi pemukiman penduduk, hingga aktivitas industri SDA batubara, yang terus menggeliat saja.

Padahal jika dirunut sekali lagi, kawasan Tahura Suharto seluas 61.850 Ha itu juga masih memiliki kekayaan flora dan fauna yang tiada tara, dan masih menjadi kawasan bagi penelitian kekayaan hutan hujan tropis Kalimantan Timur.

Dan memang benar saja! Kala berada di kawasan wilayah Tahura Suharto ini, kita akan mudah jua mendapati penggalan kawasan konservasi lainnya yang berdekatan, dan masih menyimpan koleksi flora dan fauna kalimantan yang masih lestari.

Sebut saja, kawasan Borneo Orangutan Survival (BOS) seluas 1800-an Ha yang menjadi rumah adopsi primata Orangutan. Dan, juga ada Bukit Bangkirai, yang menjaja koleksi flora endemik, khas Kalimantan yang menjulang besar, kuat masih tumbuh massif.

Kesemuanya pastilah akan menjadikan daya tarik kunjungan wisata alam yang menggemaskan untuk didatangi, bukan?

Nah, penggalan kawasan-kawasan konservasi di sekitar Tahura Suharto ini, bisa menjadikan kabar baik, memastikan masih berjalannya fungsi-fungsi ekologis hutan hujan tropis kita, yang berada dekat di kawasan Tahura Suharto ini.

Terutama bagaimana ekosistem dari kawasan konservasi hutan hujan tropis, masih mampu menjadi penyangga kehidupan di sekitarnya, menjadikan rumah bagi fauna endemik, menyediakan pasokan air bersih dari riam anak sungainya, hingga mampu mengikis gumpalan karbon di udara Kaltim,

Aku lantas spontan berkata lirih saja saat itu, “Maka nikmat mana yang kita dustakan sih, atas anugerah Tuhan yang memberikan secuil nikmat hutan hujan tropisnya di Banua etam Kaltim ini, untuk #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku

Tahura Suharto, saksi bisu pilunya Karhutla di Kaltim!

Karhutla yang sering terjadi di kawasan Tahura Suharto mengancam hilangnya kawasan konservasi hutan hujan tropis Kaltim
Karhutla yang sering terjadi di kawasan Tahura Suharto mengancam hilangnya kawasan konservasi hutan hujan tropis Kaltim I Dokpri

Menjelajahi etalase di Tahura Suharto, ternyata juga mudah saja menyajikan potret alam yang menakutkan.

Sebut, saja bencana Karhutla dahsyat yang terjadi di Tahun 2019 lalu. Potret itu menjadikan sebuah kenangan pahit, kala gumpalan asap putih mampu menggantikan segarnya embun pagi, yang biasa menutup pekat pandangan jalanan Tahura Suharto melintasinya.

Awal september 2019, data Karhutla Monitoring Sistem, menyebutkan jika Karhutla di banua etam Kaltim sudah mencapai 6.715 hektar, termasuk di wilayah Tahura ini.

Dan pelak saja asapnya mampu terbang menyinggahi area di kota-kota  besar, seperti Samarinda dan Balikpapan, dan memberikan dampak buruk dari sisi ekonomi dan kesehatan masyarakat Kaltim.

Pemerintah daerah Kaltim pun mengakui, jika titik-titik api Karhutla salah-satu titiknya tersulut dari Tahura Suharto ini. Dimana 90% disebabkan oleh pembukaan lahan sawit oleh oknum nakal secara ilegal. Dan sisanya, di karena hal yang sepele, kebiasaan membuang puntung rokok kala melintasi jalan, dan dampak api unggun oleh aktivitas wisata alam di kawasan hutan.

Secara umum, Bank Dunia pun pernah menaksir kerugian Karhulta di Indonesia sepanjang 2019 sudah mencapai Rp 72,95 triliun.

Perhitungan tadi berdasarkan data Karhutla yang terjadi dari Januari hingga September 2019, dengan luas area Karhutla yang terdampak mencapai 620.201 Ha.

Lantas, data terbaru dari KLHK, menyebutkan juga, jika Karhutla Indonesia yang terjadi pada 2021 lalu di kawasan konservasi juga sudah melahap luasan 38,665 Ha.

Angka itu lebih tinggi dari dari luas Karhutla di wilayah konservasi pada 2020. Jika ditotal-total saja, rentang waktu 2015-2021, kasus Karhutla di Indonesia sudah mencapai 973.357 Ha.

Nah, angka-angka itu tentu patut menjadikan sebuah introspeksi diri, bagaimana kasus Karhutla akan menjadikan tantangan yang terus berulang, untuk menemukan cara pencegahan dan penanggulangannya dengan efektif dan efisien.

Padahal, harapan besar kita kepada fungsi ekologis hutan hujan tropis kini jauh lebih berat lagi. Dimana keberadaan hutan hujan tropis harus bisa mendinginkan Bumi, dari pemanasan global yang kian masif saja, akibat jeratan produksi karbon manusia yang juga kian masif saja.

Dan harus kita akui sajalah, jika pekerjaan rumah ini sungguh maha berat jika dikerjakan,tanpa langkah kolaboratif, bukan?

Memaksimalkan kekayaan hutan hujan Tropis Kaltim, dalam menjawab tantangan masa depan Bumi!

Kawasan Tahura Suharto ini –memang– merupakan secuil kawasan hutan saja yang masih menyimpan hutan konservasi vital, untuk menjawab tantangan pemanasan global Bumi yang barusan disinggung di atas.

Nah, menurut definisinya Hutan yakni sebuah ekosistem terestrial, yang disesaki pepohonan dengan jarak yang rapat, dan pada sejumlah lainnya punya fungsi ekologis yang dilindungi oleh hukum. Secara lengkap definisi hutan hujan tropis, hutan alam yang berada pada iklim tropis yaitu terletak antara 230 27′ LU dan 230 27′ LS. Hutan tropis terdiri dari 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau.

Lantas apa fungsi hutan itu? Ada sebanyak 75% produksi primer bruto biosfer Bumi diproduksi dari Hutan, yang menyangga keberlangsungan kehidupan di permukaan bumi. Hutan juga mengandung 80% biomassa tanaman di Bumi.

Selain itu terpenting, hutan mampu menyimpan bergiga-giga juta ton karbon sebagai hasil dari produksi primer hutan tropis.

Dan bersyukurlah –lagi—di Banua etam, Kalimantan Timur, memiliki luasan hutan terbesar kedua di Indonesia. Laman resmi ditjenppi.menlhk.go.id menyebutkan hutan Kaltim seluas 14,6 juta Ha, Dimana hanya sekitar 4.2 juta Ha berada dalam kawasan di luar konservasi.

Nah, jika di dunia ini kita tahu terdapat lima negara yang memiliki setengah dari hutan dunia, yakni Brasil, Kanada, Cina Amerika Serikat dan juga Rusia, Beruntung –lagi– sebagian besar hutan dunia lebih banyak ditemukan pada wilayah tropis, dan menjadikan Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dunia yang memiliki hutan hujan tropis itu.

Adopsi pohon sebuah tantangan generasi muda untuk melakukannya di masa depan menjaga pesona hutan hujan tropis Indonesia
Adopsi pohon sebuah tantangan generasi muda untuk melakukannya di masa depan I Dokpri

Namun kenyataan yang terjadi hari ini, kekayaan hutan hujan tropis itu, mudah saja menjadi sebuah tantangan sekaligus harapan bagi penyelesaian sebuah isu utama global nanti, yakni perubahan iklim, yang memunculkan ragam bencana di sekitar kita.

Lantas apa saja, tantangan dan harapan yang terselip di dalam belantara hutan hujan tropis kita, yang harus kita perhatikan bersama saat ini?

1. Tantangan ancaman El Nino, yang akan mampu memantik Karhutla yang lebih dahsyat dari tahun 2019

Organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) menuliskan laporan mengenai ancaman El-Nino kepada negara-negara dunia, termasuk Indonesia, untuk mengantisipasi dampak nya dalam rentang Juni 2023 hingga 2024 mendatang. Terutama menyiapkan ketahanan pangan dalam negeri yang berpotensi terdampak olehnya.

Fenomena El-nino yakni pemanasan suhu muka laut, di Samudera Pasifik bagian tengah dan hal itu berpotensi mengakibatkan beberapa daratan mengalami kekurangan curah hujan dan –bahkan—mengalami kemarau ekstrim.

Oleh sebab itu dalam beberapa studi menyebut jika peran pemanasan global/perubahan iklim, dan bersama dengan aktivitas deforestasi, berpotensi meningkatkan potensi Karhutla, dan beragam efek gabungan di masa depan. 

Meski harus diakui juga, jika aktivitas deforestasi hutan hujan tropis, juga masih marak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Dan parahnya lagi, praktek tebang dan bakar, menjadi pemantik kebakaran lahan yang tidak mudah terkendali. Terlebih pengeringan lahan gambut akan mampu pula membuat kondisi semakin rawan terjadinya kebakaran hutan.

Lantas, bagaimana ya jika kasus Karhutla juga terjadi dalam waktu yang bersamaan hadir  di banyak negara lainnya di dunia ini?

Dalam sebuah laporan, dalam kurun 2002 hingga 2022 saja, Bumi sudah kehilangan hutannya seluas 6 juta Ha, baik karena kebakaran dan alasan lainnya. Bisa kita bayangkan bukan?

Meski kita bisa saja bersyukur –lagi– jika dalam laporan itu, menyebut juga terdapat intensitas penurunan penyusutan luasan hutan dunia akibat Karhutla sejak 2020 lalu.

Nah, pertanyaan optimisnya lantas adalah, apakah tren penurunan kasus penyusutan luasan hutan dunia akibat Karhutla,  adalah juga  andil dari kita, sebagai masyarakat Indonesia yang peduli akan kelestarian hutan hujan tropisnya?

Yuk sekarang mari berhitung apa yang sudah kita lakukan untuk #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku menyelesaikan tantangan ini.

2. Harapan akan mudahnya mengkapitalisasi kekayaan hutan hujan tropis, mendukung pembangunan

Tuntutan atas pembangunan yang merata, sudah menjadi bancakan politik dalam era Demokrasi saat ini, bukan?

Dan pelak saja, tuntutan itu mampu menjadikan sebuah ancaman baru juga yang mudah menggerus luasan hutan hujan tropis Indonesia, untuk dijadikan alas pembangunan baru di masa mendatang, bukan?

Dan implementasi pembangunan yang ramai diperbincangkan saat ini adalah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, yang sebagian wilayah kecilnya,  juga beririsan dengan wilayah Tahura Suharto ini.

Sebagai informasi saja, pembangunan IKN memerlukan alas pembangunan sekira 255 ribu Ha, namun hanya luasan 50 ribuan yang akan dibangun infrastruktur berkelanjutan. Dan sisa lahannya, rencananya akan dibiarkan mengikuti selera ekosistem alam lestari.

Nah, jargon Pembangunan berkelanjutan’  bisa menjadi sebuah tren baru, harapan baru dan bagi semangat pembangunan di daerah di masa depan, yang dari dahulu selalu saja merelakan hutan Indonesia, sebagai alas Pembangunannya. Mengapa?

Ternyata, ekonomi karbon yang diproduksi dari hutan hujan tropis, berpotensi menjadikan pendapatan baru negara?

Dan baru disadari, jika nilai potensi pendapatan itu sedang ditaksir mencapai Rp 8 ribu triliun.

Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi menunjukkan alasan itu, jika Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia, dengan luasan 125,9 juta Ha, yang dapat menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton.

Oleh sebab itu, program Kaltim Go Green, yang sudah dikerjakan oleh masyarakat Banua Etam Kaltim, sejak 13 tahun lalu, mampu mematenkan hasil dari ekonomi karbon itu di 2023 ini. 

Sekaligus mampu menunjukkan kepada dunia jika warga Banua etam bisa kok #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku sekarang.

Kalimantan Timur berhasil menurunkan emisi karbon sekitar 30 juta ton CO2 equivalent dan yang dilakukan penilaian oleh World Bank adalah sebesar 22 juta ton CO2 equivalent. Alhasil, Pemerintah daerah Kaltim sudah menerima dana senilai USD 20,9 juta dari total dana yang diberikan senilai USD 110 juta, lewat program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPC-CF) pada Maret 2023 lalu.

Nah dari pencapain ini, bisa saja menjadi bukti. jika dengan langkah kolaboratif kita pasti mampu menjaga sekaligus mampu mengkapitalisasikan potensi hutan hujan tropis yang kita miliki.

Dan dana yang diterima  pasti mampu mendukung kemerdekaan Hutan Hujan tropis di masa depan lebih baik lagi, seperti program restorasi gambut, restorasi mangrove, pencegahan deforestasi menjadi lahan pertanian, lantas menggerakan ekonomi sirkular lewat pengelolaan sampah.

Aksi adopsi pohon yang  menjadikan aksi selamatkan hutan huja tropis kalaimantan dari Karhutla
Aksi adopsi pohon yang menjadikan aksi selamatkan hutan huja tropis kalimantan dari Karhutla I Dokpri

Bersama mengerjakan Pekerjaan Rumah, merdekakan kelestarian hutan hujan tropis Indonesia sekarang juga!

Nah, menarik lagi, ekonomi karbon yangs edang hits saat ini bisa menjadi motivasi negara, untuk mampu memerdekakan segenap warganya  menghirup udara sehat dan menyaksikan kelestarian alam di sekitarnya, bukan?

Terlebih, pada KTT Iklim COP26 di Glasgow, Pemerintah Indonesia berjanji untuk mengakhiri deforestasi pada tahun 2030

Namun, lagi-lagi, mewujudkan semua itu memerlukan semangat #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku yang harus hadir menyelesaikan kasus Karhutla hujan tropis kita.

Ada banyak langkah kita ikut juga menjaga hutan dan lahan serta melestarikan hutan dari ancaman Karhutla itu

  • Memahami dan menyadari dengan yakin jika kita pasti membutuhkan alam yang lestari dari hutan hujan tropis bagi kehidupan kita. Kesadaran itu minimal bisa ditunjukan dengan sikap kita untuk menjaga kebersihan di sekitar kita, dan mematuhi semua larangan yang merusak lingkungan.
  • Menyemarakkan wisata alam, dengan aktif berwisata ke spot wisata alam seperti konservasi hutan, untuk melihat ragam fauna-flora yang bisa dijadikan pengetahuan penting untuk lebih aktif melestarikan lingkungan.
  • Dan terpenting, dengan aktif berwisata alam, akan menghidupkan ekonomi kawasan hutan, dimana penduduk di sekitar kawasan hutan dapat mengambil profesi baru di areal wsiata, dan meninggalkan ketergantungannya pada kawasan untuk mencukupi kebutuhannya secara wajar, dan menghindarkan mereka untuk mampu merusak dan memburu flora dan fauna yang ada di sana.
  • Selalu mendukung produk-produk yang mengusung ‘Keberlanjutan atau Sustainability” dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan mulai aktif menghitung jumlah karbon diri dan menggunakan produk ramah lingkungan.
  • Jika memungkinkan, ikut juga dalam bagian dalam program lingkungan, dengan terjun langsung ke lapangan melakukan aksi bersih-bersih, atau juga berdonasi dalam rangkaian program mendukung lingkungan yang lebih baik lagi.
  • Terpenting juga, dan pasti sangat mudah dilakukan oleh kita, tak bosan untuk mengkampanyekan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan di media sosial. Seperti merekomendasikan spot wisata alam menarik, hingga konten edukasi mengenai studi terbaru ramah lingkungan
Ikut program adopsi pohon mengurangi jejak karbon Bumi
Aksi Reboisasi Hutan Hujan Tropis dengan program adopsi pohon mengurangi jejak karbon Bumi I Dokpri

Lantas, solusi apa yang tepat untuk mencegah Karhutla Hutan Hujan Tropis kita?

Nah dalam prakteknya, memang sih selama ini domain besar aksi pencegahan Karhutla masih mengandalkan langkah Pemerintah, dan terkesan menjadikan kita bak penonton saja, bukan?

Namun di Banua Etam masyarakat Kaltim kini mudah ikut terlibat dalam setiap aksi menanggulangi isu lingkungan tadi.

Semisal, di setiap desa Banua Etam, masyarakat di sekitar kawasan hutan sudah dibekali pengetahuan memaksimalkan kanal SP4N-Lapor, yakni sistem Pelaporan Pelayanan Pengaduan Publik.

Dimana Pemerintah daerah Kaltim secara massif, memberikan sosilisasi akan pentingnya kanal SP4-Lapor itu, untuk ragam aduan ancaman bencana ekologis.

Dan dengan kanal itu, mudah saja bagi masyarakat desa melaporkan secara langsung peristiwa yang terkait kerusakan lingkungan hidup di sekitar tempat tinggalnya.

Terutama kala masyarakat menemukan perusakan lingkungan, dari penebangan kayu dan penambangan yang mengakibatkan bencana alam. Lantas, aduan itu bisa lekas direspon Pemerintah daerah segera.

Oleh sebab itu,  melalui aplikasi SP4N-Lapor, bisa menjadi langkah menjaga kelestarian ekosistem hutan, dalam mengurangi emisi karbon, lekas bisa dilakukan setiap individu kita, baik yang tinggal di desa dan kota di penjuru Banua Etam Kaltim ini.

Nah #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku dengan langkah kecil di atas akan mampu memberikan sebuah arti pada hari kemerdekaan tahun ini, yang berusaha membebaskan kita  dari polusi asap Karhutla hujan tropis kita sekarang juga! Yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan!

Kamu juga harus baca artikel ini!

error: Content is protected !!