Meneladani Taman Gubang, Caraku Lawan Perubahan Iklim itu Sekarang

Meneladani Taman Gubang, proses pembentukan mentalku, untuk mau dan mampu Tunjukkan Aksi Perubahan Iklim Via Donasi Greeneration Foundation

Berkolaborasi menunjukkan aksi peduli donasi di Taman Gubang I Dokpri

Greeneration Foundation, Aksi Perubahan Iklim Via Donasi


“Meneladani Taman Gubang, sudah menjadikan proses pembentukan mentalku, untuk mau dan mampu tunjukkan Aksi Perubahan Iklim Via Donasi Greeneration Foundation”

—Aal Arbi, EastBorneo

Memandang hamparan biru Taman Gubang, berhasil menenangkan lelahnya jiwa ini setelah mengejar dunia. Terlebih, hadir senyum tercantik, menghantarkan menu makanan sederhana khas warga Desa Loa Ulung, untuk segera kusantap di Minggu pagi (21/5).

Menu lalapan rebusan sayur bayam, daun singkong, daun kemangi, beserta lauk ikan Nila goreng. Duh, rasanya paling top, ditambah sambal matah, yang semua bahannya langsung dipetik dari alam di sekitar danau biru.

Gerbang Taman Gubang di Loa Ulung Kukar, Kaltim, sebuah aksi kolaborasi donasi masyarakat
Gerbang Taman Gubang di Loa Ulung Kukar, Kaltim, memantik sebuah aksi kolaborasi donasi via Greeneration Foundation I Dokpri

Memakna kemakmuran Taman Gubang, desa Loa Ulung, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim ini ternyata mudah?

Dimana, aktivitas gotong-royong masyarakat desa Loa Ulung, berhasil mengobati Sumber Daya Alam mereka yang masih tersisa.

Desa Loa Ulung, sedari dulu terkenal menyimpan kekayaan alam, kesuburan tanahnya, yang mudah menumbuhkan ragam hasil bumi bagi kehidupan masyarakat.

Dan, dibalik tanahnya, juga terdapat emas hitam, ya Batu Bara yang nilaianya tiada tara.

Pantaslah, masyarakat desa Loa Ulung, bergembira ria, dan –bahkan– rela menukarkan lahan pertaniannya sekian lama, untuk dieksplotasi, dengan mengatasnamakan agenda pembangunan Bangsa.

Tapi cerita itu berlaku dahulu. Memasuki tahun 2000-an, kandungan emas hitam Batu Bara itu punah, dan hanya meninggalkan lubang-lubang tambang yang menganga, menjadi hamparan biru, bak danau Toba di Sumatera Utara. Siapa yang salah?

Beruntung, Pak Ahmad salah-satu warga desa, berhasil memberdayakan warganya untuk mau bergotong-royong mengobati desanya, menyulap hamparan danau itu, menjadi obyek wisata cantik.

Mereka bahu-membahu secara swadaya menyiapkan sarana dan pra-sarana Wisata. Akhirnya, usaha restorasi lubang tambang yang terhambur di Loa Ulung, berhasil memberikan nilai positif bagi masyarakat untuk bangkit, membangun ekonomi desa, menghidupi keluarga mereka.

Hal terasik berada di Loa Ulung adalah, para pengunjung bisa mengitari Danau lubang tambang dengan kapal wisata, sembari mengenang kembali keajaiban komoditas Batu Bara yang membangkitkan energi kehidupan di sendi-sendi aktivitas manusia modern kini.

Dan klimaknya, pengunjung akan mudah pula menangkap potret utuh contoh kerusakan alam, yang mudah memantik ragam bencana alam di kehidupan modern.

Lantas tersadarkan, jika semua potret itulah yang nyata, menjadi dukungan laju perubahan iklim global!

Wujud Taman Gubang desa Loa Ulung, sebagai aksi kolaborasi donasi warga dan pengunjung
Wujud Taman Gubang desa Loa Ulung, sebagai aksi kolaborasi donasi warga dan pengunjung I Dokpri

Jujur, bagiku mensesapi perjalanan wisata Taman Gubang, mudah memantikkan sebuah kolaborasi apik?

Bagaimana putaran ekonomi yang dipantik dari arus pengunjung ke desa Loa Ulung, menjadikan modal dan harapan besar masyarakat Loa Ulung untuk berdaya guna. Membangkitkan kembali kejayaan desa Loa Ulung, sebagai lumbung pangan Kaltim, yang dahulu sempat mengalah, demi pembangunan eksploitasi SDA batu Bara.

Nah, ongkas Rp 200 ribu yang kuhabiskan setiap kali bertandang ke Loa Ulung di setiap pekan, ternyata berhasil memberikan makna tersendiri dalam diri. Jika kebersamaan itu akan menjadi sebuah aksi nyataku, dalam penyelamatan Bumi. Tapi apakah dengan berwisata alam saja sudah cukup?

View taman Gubang Loa Ulung Kaltim
View taman Gubang Loa Ulung Kaltim

El Nino, sebuah tanda dampak perubahan iklim itu sedang dimulai!

Jika melihat karakter ekologis Bumi Etam Kaltim sendiri. Wajarlah, pandangan kita akan tertuju pada limpahan aliran Sungai Mahakam, yang berasal dari riam-riam Belantara Kaltim.

Namun sebuah ironi lantas hadir, jika dibalik melimpahnya aliran sungai Mahahakan mudah sekali mendapati proses intrusi air laut. Dan menjadikan masalah berlarut bagi warga Ibu Kota Kaltim, di Samarinda, mendapatkan bahan baku air bersih. Terlebih jika musim kemarau datang.

Lubang Tambang Batu Bara terlihat dari atas Samarinda
Lubang Tambang Batu Bara terlihat dari atas Samarinda I Dokpri

Fenomena itu, lagi-lagi mengingatkan kembali wajah Loa Ulung, bagaimana kupasan-kupasan lahan akibat ekspoloitasi SDA Kaltim, berpotensi mendukung hadirnya dampak perubahan iklim itu, lebih cepat lagi, bukan?

Ditambah lagi polusi harian kita yang hadir secara massif, dalam menghadirkan proses intrusi air laut itu.

Tahukah? Sebuah rilis terbaru menyebutkan jika suhu Bumi diperkirakan akan menembus ambang batas 1,50C dimulai saat ini, hingga 2027 mendatang! Padahal angka 1,50C, menjadi sebuah simbol komitmen dunia, untuk menanggulanginya segera, dan tertuang dalam perjanjian Paris 2015.

Kenaikan suhu Bumi itu jelas mudah dipantik dari hadirnya emisi karbon dari aktivitas manusia, serta potensi besar hadirnya ancaman El Nino di akhir tahun 2023 ini.

El Nino? Yakni anomali iklim di pasifik Selatan, fenomena itu akan berlaku di antara pesisir barat Amerika Latin, dan AsiaTenggara, dan dampaknya akan berlaku untuk membawakan potensi bencana alam ke seluruh penjuru dunia, bukan hanya di Indonesia saja.

Laporan WMO, juga memprediksi jika pola curah hujan di Indonesia akan mulai menurun di akhir tahun 2023, dan berpotensi mengancam kekeringan di berbagai daerah Indonesia, yang menjadi lumbung pangan Nasional.

Artinya, ancaman kelangkaan air bersih akan menjadi isu sentral, sebagai salah satu dampak serius perubahan iklim global. Dan juga berpotensi merembet pada hal lain, yakni gagal panen pertanian secara massif, hingga Karhutla. Lantas, siapkah kita sebagai Bangsa mengantisipasinya?

Greeneration Foundation, pintu gerbang Selamatkan Bumi Kita!

Meyakini, hadirnya kesempatan menyelamatkan Bumi adalah sebuah keniscyaan kita, bukan?

Dimana kita juga berpotensi menjadi pejuang lingkungan yang gemar mendukung aktivitas penanaman kembali bibit pohon, membersihkan sampah di lautan, hingga membebaskan ikatan bahan kima berbahaya di sumber air bersih warga.

Nah, desa Loa Ulung bagiku merupakan secuil kisah saja, bagaimana perjuangan bersama itu ternyata mampu mengembalikan kawasan ex-tambang, menjadi produktif kembali, menjadi lumbung pangan. Sekaligus, mampu memutar ekonomi mereka, merestorasi lingkungannya, dengan ragam upaya pengolahan tanah, bercocok tanam.

Namun, jika kita mau membukakan mata lebih lebar lagi, ternyata –benar— jika masih banyak juga tempat di Indonesia, yang sedang berjuang mengaktivasi produktivitas daerahnya, akibat kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi lain, dan menyulut dampak perubahan iklim Global, lekas hadir.

Donasi, aksi perubahan iklim via Greeneration Foundation
Donasi, aksi perubahan iklim via Greeneration Foundation I Dokpri

Padahal, KTT COP26 2021 lalu, Indonesia sudah sepakat untuk turut-serta menangani perubahan iklim, berambisi wujdukan zero nett emission (NZE) di 2060. lewat langkah Rehabilotasi hutan mangrove, lahan kritis serta energi yang terbarukan.

Namun, sadarkah jika mewujudkannya tidaklah instan dan gratisan?

Perlu langkah kolaboratif mengatasi krisis iklim itu, yakni aksi kolaborasi atas pembiayaan, yang diperkirakan mencapai Rp 3,461 Trillliun. Demi mampu mengeksekusi mimpi menyelamatkan Bumi Indonesia, hingga 2030 mendatang.

Nah, solusinya jelas, dengan menghadirkan kolaborasi, atas donasi di luar pemerintah, seperti aktivitas filontropis hibah, dari sektor swasta, organisasi non Pemerintah dan lainya.

Bersukurlah, meneladani Taman Gubang, sudah menjadikan proses pembentukan mentalku ini, untuk mau dan mampu berdonasi, dalam upaya kolaborasi itu. Ya minimal berwisata!

Terlebih kini, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, bersama Greeneration Foundation (GF) telah menyediakan Green Fund Digital Philanthrophy (GFDP). Di platform itu, kita bisa berbuat aktif bagi penyelamatan Bumi, lewat kolaborasi donasi yang akuntabel berbasis teknologi digital, mulai Rp 10 ribu saja!

Aktivitas Greeneration memberishkan sampah di pantai
Aktivitas Greeneration memberishkan sampah di pantai I Greeneration Doc
Data Laporan Tahunan Greeneration Foundation 2021
Data Laporan Tahunan Greeneration Foundation 2021 I Greeneration Doc

Langkah itu memudahkan dalam memerangi krisis iklim dan lingkungan kita, bersama menggapai target NZE di 2060. Serta mampu menggapai pembangunan ekonomi inklusif, demi Indonesia emas di 2045 mendatang.

Yuk. mulai aksi dengan berdonasi di GFDP, sekarang!

Kamu juga harus baca artikel ini!

Comments are closed.

error: Content is protected !!